Pembeli di Apartemen The Mansion At Kemang Kecewa, Gugatan Ditolak PN Jakarta Selatan. | WWW.JAKARTAKOMA.COM
google.com, pub-5357973904361497, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Pembeli di Apartemen The Mansion At Kemang Kecewa, Gugatan Ditolak PN Jakarta Selatan.

JAKARTA KOMA

JAKARTA| Salah satu pemilik (pembeli) unit Apartemen The Mansion At Kemang Titik Warihati mengaku tidak puas dan kecewa setelah gugatannya ke PT Cipta Indah Megah selaku developer ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Kami menyayangkan hakim (Keputusan Hakim-red) tidak mempertimbangkan bukti brosur dari pengembang yang menawarkan luas yang lebih besar daripada yang akhirnya diterima pembeli yang jelas telah menyalahi Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen.

“Kami masih menimbang-nimbang untuk naik banding ke Pengadilan Tinggi. Selain itu, kami juga akan sampaikan keluhan kami ke pemerintah, termasuk DPR, Gubernur atau bahkan jika bisa ke Presiden sekalipun, karena kami merasa dirugikan dan hak kami tidak dilindungi oleh pengadilan,” kata Titik saat dihubungi media, Kamis (06/04/2023).

Titik menjelaskan, bahwa pihaknya ingin pemerintah bisa memberikan dukungan kepada semua pemilik unit rumah susun yang mengalami ketidakadilan seperti yang dialami mereka.

“Kami merasa tidak puas dan kecewa karena hak-hak kita sebagai konsumen tidak dilindungi. Kami merasa bahwa setelah terbukti bahwa kami menerima unit apartemen dengan ukuran yang lebih kecil dari yang dijanjikan, dan membayar sesuai dengan ukuran yang mereka janjikan di brosur, PT Cipta Indah Megah (CIM)selaku developer tidak mau mengembalikan kelebihan pembayaran yang sudah mereka terima,” ucap Titik.

Selain itu kata Titik, uang yang kami bayarkan untuk membeli unit apartemen sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN ) 10 % sesuai yg tertera di PPJB, tetapi sampai sekarang kami tidak pernah menerima faktur pajaknya untuk bisa kami laporkan pada SPT kami.

“Developer tidak bisa memberikan faktur pajak tersebut. Hal ini sudah ditanyakan juga oleh pengacara kami dan mereka tetap tidak bisa memberikan bukti faktur pajak pembelian unit apartemen yang kami minta,” jelas Titik.

Titik juga mempertanyakan sikap tidak adil PT Cipta Indah Megah selaku developer yang meminta pemilik unit untuk membayar apabila ada kelebihan luas unit yang dibeli setelah PPJB dinyatakan ada kelebihan sementara menolak mengembalikan uang pemilik unit jika luas unitnya kurang (lebih kecil).

“Mereka (Developer-red) tidak bisa menjelaskan dan tidak bisa menghadirkan saksi ahli untuk memperkuat tindakan mereka. Mengapa mereka memberikan unit yang ukurannya lebih kecil dari yang dijanjikan,” jelasnya.

Lanjut kata Titik, alasan mereka hanyalah bahwa karena kami sudah tanda tangan di PPJB, maka kami harus menerima ukuran yg ada, tanpa boleh protes. Tapi dilain pihak, ada satu pemilik yang pada waktu beli (unit belum jadi) ukurannya berubah 2 meter lebih besar, pihak developer meminta pembeli tersebut untuk membayar kelebihannya.

Pembeli ini masih menyimpan kwitansi penambahan pembayaran tersebut. Jadi ini tidak adil karena jika kami pembeli mendapatkan ukuran unit lebih besar daripada yang kami tandatangani di PPJB, kami harus bayar kelebihannya.

“Tetapi jika kami menerima unit dengan ukuran yang lebih kecil daripada yang tertulis di PPJB dan brosur, pengembang tidak mau mengembalikan uang lebihnya,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Kuasa hukum 15 pemilik (pembeli) unit Apartemen The Mansion At Kemang yang menggugat PT Cipta Indah Megah Jodoin Simbolon, SH yang mengaku kecewa karena kurang mempertimbangkan UU Perlindungan Konsumen.

Keputusan hakim hanya mempertimbangkan tentang PPJB yang berisikan jika ada perbedaan luas antara PPJB dan AJB, maka luas yg benar adalah yang tertera di AJB, luas semi gross, kedua belah pihak tidak saling menuntut dan tidak ada pemaksaan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB).

“Jika demikian, konsumen tidak dilindungi haknya untuk mendapatkan barang sesuai yang dibeli pada waktu proses jual beli (berdasarkan brosur & PPJB). Sehingga penjual diperbolehkan mengurangi kuantitas barang yang dijual tanpa harus mengembalikan uang kelebihannya.

“Ini sangat berat di satu pihak, merugikan pembeli. Selain itu sepengetahuan saya, UU atau PP yang mengatur besaran semi gross tidak ada, bahkan waktu di BPSK juga mereka tidak menemukan ketentuannya. Jadi kenapa hakim bisa memutuskan bahwa perbedaan luas 15-25% adalah wajar?” kata Jodoin.

Jodoin memaparkan, bahwa inti dari perkara ini adalah tidak adanya penjelasan terkait luas semi gross, adanya perbedaan luas yang tercantum dalam brosur dan PPJB dengan luas di AJB serta developer tidak mau membayar uang selisih luas unit karena sudah menandatangani PPJB.

Menurut Jodoin, yang dilakukan pengembang tersebut dapat dikategorikan pencantuman klausula baku. Dalam UU No 8 Tahun 1999, pencantuman klausula baku seperti itu dilarang.

walaupun ada klausula tersebut, apabila pihak developer gagal membangun apartemen yang sesuai dengan apa yang dijanjikannya, maka seorang konsumen tetap berhak untuk menuntut kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kegagalan tersebut.

Selain itu, menurut pasal 7 UU Perlindungan Konsumen no 8 tahun 1999 developer sebagai pelaku usaha harus memiliki itikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya serta memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi produk maupun jasa sekaligus memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

“Sudah selayaknya UU perlindungan konsumen dapat dijadikan pertimbangan karena didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 ayat 1 huruf (f): pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut, “kata Jodoin saat dihubungi media via telepon, Sabtu (8/4/2023).

Terkait faktur pajak (PPN) , Jodoin menyampaikan bahwa hakim tidak mau membahasnya karena tidak masuk dalam pertimbangan perkara dan telah gagal di pokok perkara untuk membuktikan adanya tindak pidana.

Terpisah, Kasi Humas DJP Banten Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Provinsi Banten Leyla Zahra menyampaikan bahwa konsumen apartemen berhak untuk meminta tanda bukti pembayaran PPN atas unit apartemen yang dibeli dari developer.

“Iya dong, Sebagai pemotong PPN maka developer wajib memberikan bukti potong pajaknya,” kata Leyla saat dihubungi media, Jumat (07/04/2023).

Leyla menjelaskan, PPN memang selalu jadi kasus yang muncul hingga masuk tanah pidana karena nominal yang cukup besar.

“Jika dalam proses pengawasan petugas pajak, ditengarai ada yang tidak menyetorkan PPN-nya, maka akan dilakukan pemeriksaan, penyidikan hingga penuntutan pidana perpajakan. Namun untuk developer yang sudah membayar tapi tidak memberikan bukti potong, jika dia tidak melaporkan SPT Masa PPN-nya hanya akan dikenakan sanksi administrasi saja,” jelasnya.

(Red)

Berita Lainnya  Kakanwil Kemenkumham Banten Dorong Pejabat Baru Untuk Berintegritas Dan Bekerja Optimal

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses