JAKARTAKOMA
TANGERANG-BANTEN| Proyek rehabilitasi Jalan K.H Hasyim Ashari Kota Tangerang kini menjadi sorotan, baik di kalangan Aktivis dimasyarakat Badan Penelitian Aset Negara Republik Indonesia (BPAN RI ) Kota Tangerang ‘H.Muhdi’, bahkan kini menjadi perhatian Ombudsman RI ‘Yeka Hendra Fatika’ ikut angkat bicara dan mengingatkan Dinas sebagai owner dalam proyek tersebut.
H.Muhdi menilai, kalau proyek tersebut asal asalan dan saat ini pengerjaan nya masih berlanjut padahal sudah melewati tahun yang seharusnya sudah selesai di kerjakan oleh pihak kontraktor sesuai kontrak kerja 150 hari kalender.
“Harus nya sudah selesai di akhir tahun 2021 lalu.Kenapa sampai hari ini masih terus di kerjakan oleh pihak kontraktor.”ujar H.Muhdi saat di temui di kawasan Pusat Pemerintahan Kota Tangerang.(04/01/2023)
Pekerjaan saluran dan trotoar oleh Dinas PUPR Provinsi Banten yang di kerjakan oleh CV . Razan Bangun Nusantara dengan Anggaran Rp.9.994.594.000.00 masih jauh dari kata rampung dan terkesan asal jadi tanpa mengedepankan kwalitas pekerjaan.
Selain itu H.Muhdi juga menilai, kalau dilihat dari target waktu dan hasil pekerjaan yang sudah jadi bahwa kontraktor tersebut tidak memiliki kemampuan kerja yang baik dan benar, mengakibatkan pekerjaan tersebut menjadi amburadul. Padahal proyek tersebut bukan proyek multi year, dirinya bertanya kenapa pengerjaan nya sampai nyeberang tahun.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Banten, ‘Arlan Marzan’ hingga berita ini dimuat belum memberikan keterangan terkait proyek rehabilitasi yang dianggap gagal oleh aktivis tersebut dan lebih memilih diam meski sudah di konfirmasi lewat pesan WhatsApp, (05/01/2023).
Keterlambatan sebuah pekerjaan sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Peraturan tersebut menjelaskan, bahwa jika terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan, penyedia dikenakan 2 persen dari nilai kehidupan kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan diberikan addendum waktu 50 hari.
Sehingga untuk kontraktor yang menangani pekerjaan diharapkan untuk segera merampungkan semuanya. Sementara untuk pekerjaan yang belum rampung di bawah 50 persen, akan dilakukan pemutusan kontrak kerja terkait kendala yang membuat pekerjaan tersebut terpaksa tidak selesai tepat waktu yang disepakati dalam kontrak.
Sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam Pasal 56 ayat (2), bahwa apabila PPK memberi kesempatan kepada penyedia yang terlambat menyelesaikan pekerjaan akibat kesalahan penyedia, dan PPK berkeyakinan bahwa penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan.
Maka kedua belah pihak akan menandatangani perpanjangan waktu kontrak dengan dikenakan denda keterlambatan senilai 1 0/00 (satu per mil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak, dimana perhitungan pengenaan denda dari nilai kontrak sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 79 ayat (4) dan (5).
Sorotan tersebut mendapat reaksi dari anggota Ombudsman RI, ‘Yeka Hendra Fatika’ dirinya memberikan tanggapan terkait proyek-proyek yang saat ini disoroti publik dan ramai di media, biasanya lalai pengawasan dari pihak konsultan serta dinas terkait khususnya Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam mengawasi pekerjaan.
Yeka kepada media mengatakan,
Adanya dugaan pihak kontraktor mengerjakan proyek tidak sesuai RAB, Yeka dengan tegas menjelaskan bahwa itu bentuk pelanggaran dan penipuan sanksi nya adalah pidana.
“Bentuk pelanggaran nya menyalahi kontrak yang menentukan tugas dan tanggung jawab sebagai kontraktor. Sanksi bisa berupa blacklist. Sementara bagi konsultan dan PPK yang lalai dalam tugas nya merupakan bentuk pelanggaran, yaitu pengabaian kewajiban hukum dan tindakan tidak kompeten, sanksi administratif,” kata Yeka kepada wartawan dilansir dari JABAR kabardaerah.com
(Red/team)